Sob
…coba sisihkan sedikit waktu untuk membaca artikel , kisah ini sangat
bagus sekali untuk menjadi bahan renungan kita , nyata atau tidak kisah
ini Herlan Blog
sendiri juga kurang tahu ,cerita ini sudah banyak di google tapi tidak
ada yang tahu kisah ini nyata atau tidak bahkan sumber asli artikel ini
juga saya kurang tahu …
Kisah Anak Durhaka
Saat
aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang
menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan,
kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena
kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang
harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya
tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar
Aku sangat
menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat
dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang
punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa.
Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang
punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya
mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat
makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada
suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena
sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di rumah.
Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang
kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah
kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita
tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu
ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang
lebih memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu
datang hanya untuk mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri
ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun
bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.
bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.
Beberapa
bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah
sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan
kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama
meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil
mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi
tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk
diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi
kemajuanku.
Di Sekolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler
karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku
menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat
cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku
sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun
dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela mempertaruhkan nyawaku
untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar
dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah
memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak
mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.
Tapi
pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat putraku
sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita
tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah
Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia
memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.
Seketika saja Ibuku
ku usir. Dengan enteng aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU
MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu
tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH ALAMAT”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam rumah.
Beberapa
bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA
ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa
aku akan dinas ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di
kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan
sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat
seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.
Selesai
Reuni entah megapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke
Sigapore. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat
rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada
perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri sebenarnya jijik
melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa
mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan.
Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke
mana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.
Bergegas
aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya
kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia seminggu yang lalu”
“OH…”
Hanya
perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa
sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah meninggal.
“Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak
petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku
terdiam! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan ibuku,
tetapi diriku sendiri..
0 komentar:
Posting Komentar